Rabu, 14 November 2018

Urgensi Ridla Kedua Orangtua

Ridla Sang Ibu
Kisah Seorang Syaikh yang Lalai
 

Konon, di sebuah kampung ada seorang Syekh yang sangat terkenal kesalehan dan sifatnya yang mulia. Sejak kecil sang Ibu telah mendidiknya dengan akidah yang sangat kuat, sehingga sewaktu dewasa sang Syekh sangat patuh dan taat kepada perintah agama, termasuk patuh kepada kedua orangtuanya. 

Alkisah, pada suatu saat, sang Syaikh berniat untuk berziarah ke Tanah Suci. Sedangkan sang Ibu rupanya tidak merelakan atas kepergiannya karena ia adalah anak _semata wayang_, sedangkan sang Ibu sudah tua. Akan tetapi sang Syaikh tetap nekat pergi tanpa memperdulikan larangan sang Ibu.

Di saat keberangkatan sang Syekh, sang Ibu melepaskan kepergiannya dengan kesedihan yang mendalam. Di tengah kesedihan, sang Ibu berdoa: "Ya Allah, anakku telah membakar hatiku dengan api perpisahan, meskipun aku sudah mencegahnya tetapi ia tetap berangkat. Maka ya Allah, tunjukkanlah kepadaku, akan pembalasan". 

Dalam perjalanan, ketika sang Syekh tiba di suatu daerah pada malam hari, beliau langsung masuk ke dalam masjid untuk melaksanakan ibadah. Sementara pada saat bersamaan, di daerah tersebut telah digemparkan dengan adanya pencurian. Dan diketahui bahwa pencurinya diduga lari menuju arah masjid. Spontan penduduk beramai-ramai menuju ke masjid.

Ketika penduduk sudah sampai di depan masjid, sang pencuri mendadak hilang begitu saja. Lalu penduduk pun tetap berteriak bahwa sang pencuri masuk ke dalam masjid. Mereka masuk ke dalam masjid dan menemui tidak ada lain kecuali sang Syekh tadi yang sedang beribadah.
Maka dengan membabi-buta dan emosi yang tidak terkendali, ia yang sedang beribadah pun menjadi sasaran hingga babak belur. Dan ketika keadaan sedang berdalih, beliau dibawa beramai-ramai dengan penuh ejekan ke Penguasa setempat.

Karena tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa beliau tidak bersalah, serta tak satu pun ada pihak yang membela, maka sang Syekh resmi dituduh sebagai pencuri. Dan hukuman yang diberikan sudah jelas, bagi pencuri di daerah tersebut adalah potong kedua tangan dan kedua kaki, serta dicongkel kedua matanya.

Akhirnya, para penduduk melaksanakan hukuman tersebut pada sang Syekh. Dalam keadaan tubuh yang penuh luka akibat siksaan dan hukuman, beliau dibawa keliling untuk dipertontonkan kepada penduduk yang lain, dengan disertai hujatan "Beginilah hukuman bagi seorang pencuri". 
Bahkan banyak yel-yel yang intinya sangat memojokkan serta menghina kepada sang Syekh.

Setelah sang Syeikh mendengar ucapan-ucapan mereka yang bernada penghinaan diri itu, hatinya sangat pedih. Lebih-lebih ketika mengingat bahwa semua itu adalah akibat dari kesalahannya sendiri, yaitu tidak patuh kepada nasihat ibu. Di balik ketidak-ridlaan sang Ibu, ada sebuah hikmah sehingga ia bisa menceritakan nanti.

Akhirnya beliau menjelaskan kepada seluruh penduduk yang hadir: "Saudara-saudara janganlah kalian mengatakan seperti itu, jangan mengatakan saya adalah pencuri. Tapi katakanlah, bahwa keadaanku seperti ini adalah karena ketidak-patuhanku kepada orangtuaku".

Selanjutnya masyarakat meminta penjelasan kepada sang Syeikh mengenai ucapan tadi. Dalam keadaan yang sangat memprihatinkan akibat siksaan yang ditimpakan pada diri beliau, namun dengan lugas tapi santun beliau tetap menjelaskan kepada yang hadir: "Awal niat saya adalah untuk bepergian menuju Tanah Suci, tetapi usaha saya telah gagal untuk mendapatkan ridla ibu saya, dikarenakan juga kekecewaan ibu yang sangat mendalam, saat saya bersikeras untuk pergi, sehingga mengakibatkan kejadian ini terjadi".
"Inilah akibat ketidak-patuhan anak kepada orangtua (sang Ibu), yang mengakibatkan sang Ibu murka dan berakhir dengan turunnya siksa (adzab) dari Allah SWT.", Sang Syeikh menambahkan.

Dari penjelasan itu para penduduk mengetahui bahwa beliau adalah seorang "Syeikh yang 'alim". Dan mereka sepakat untuk mengembalikan beliau kepada orangtuanya. Karena hanya itulah cara yang dapat mereka perbuat untuk meminta maaf kepada sang Syekh atas kekeliruan mereka Walaupun bentuk tubuhnya sudah tidak layak seperti manusia pada umumnya.

Dengan penuh tangis dan penyesalan, mereka mengantarkan sang Syekh kepada ibunya. Setelah sampai di rumah sang Syekh, beliau meminta agar diletakkan di depan pintu tempat ibadah. Dan ternyata sang Ibu sudah ada di dalam tempat ibadah tersebut sambil berdoa: "Ya Allah, sekiranya Engkau memberikan cobaan dan siksaan kepada anakku dengan satu ujian musibah, maka kembalikanlah ia kepadaku ya Allah, agar aku bisa melihatnya".

Rupanya doa sang Ibu maqbul sekali. Sang Syeikh pada waktu itu sudah ada di depan pintu, memanggil-manggil sang Ibu dan berpura-pura menjadi pengemis: "Wahai hamba Allah, saya adalah seorang musafir, sudah beberapa hari ini saya tidak menemui makanan maka berilah makanan. Semoga keluarga ini mendapat rahmat dari Allah".  
Lalu sang Ibu meresponnya sepenuh hati seraya berkata: "Hai pengemis, datanglah ke pintu. Kau akan aku beri makanan".

"Maaf, Bu, saya tidak punya kaki untuk sampai ke tempat itu", Sang Syekh memelas. 

"Kalau begitu, ulurkan tanganmu saja", lanjut Sang Ibu.

"Maaf juga, Bu, karena saya sudah tidak mempunyai tangan lagi", tambah Sang Syeikh.

Sang Ibu pun mengejarnya dengan menyatakan: "Kalau aku mau memberikan makanan kepadamu, maka terjadilah perbuatan yang haram, karena saya harus melihat engkau dan engkau harus melihat saya". 

"Maaf, Bu, jangan khawatir. Jangan takut karena saya juga tidak mempunyai mata untuk melihat", tandas Sang Syekh.
Maka sang Ibu langsung mengambil sepotong roti dan air untuk diberikan kepada sang Syekh.

Ketika sang Syekh menyadari bahwa memang perempuan itu adalah ibunya sendiri, maka Beliau langsung meletakkan kepala kepada kaki sang Ibu sambil menangis dan berkata: "Ibu, sesungguhnya aku ini adalah anak ibu yang tidak patuh kepada engkau. Aku ini anak yang durhaka ibu, maka aku sekarang mendapat musibah". 

Mendengar kata-kata yang diucapkan sang Syekh tadi, maka sang Ibu langsung menyadari bahwa pengemis yang cacat itu adalah anaknya sendiri, maka menangislah sang Ibu seraya berdoa: "Ya Allah, sekiranya keadaan anakku sedemikian rupa, maka cabutlah nyawa kami berdua agar orang-orang tidak mengetahui aib yang kami derita ini. Cukuplah bagi kami berdua. Ya Allah, hamba mohon maaf dan ampunan-Mu. Engkaulah Tuhan Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang". 

Belum selesai sampai kalimat terakhir sang Ibu melafalkan doa tersebut, Allah sudah mengabulkan permohonannya dan mereka berdua wafat setelah menyebut asma Allah.

Demikianlah cerita yang menjelaskan betapa "penting ridla orangtua" dalam kehidupan anak. Karena "ridla Allah fi ridla al-walidain". 

Maka kita wajib patuh kepada kedua orangtua. Janganlah sesekali menyakiti hati mereka!  

Demikian pula ketika menjadi orangtua, jangan sesekali mendoakan jelek kepada anaknya. Meskipun ada kejengkelan yang dilakukan oleh puteranya. Tetap doakan dengan doa yang baik. 

Semoga kita mendapatkan ridla Allah dan mendapat keselamatan di dunia dan akhirat . --ms2f--

🍇🍑🍏🍎🚲🍵 

Dikisahkan ulang oleh Mahlail Syakur Sf.

Senin, 12 November 2018

Literasi Toleransi Beragama tentang Kata - Kang Syakur

MEMAKNAI TOLERANSI BERAGAMA
Dialog tentang Kata

Mahlail Syakur Sf.

Perayaan Natal atau Tahun Baru Masehi sudah dekat. Tidak ada salahnya sejak dini kita sudah saling mengingatkan kepada sesama Muslim.
Apakah yang dimaksud dengan "TOLERANSI BERAGAMA"?

Betapa indah saling mengingatkan di antara kita menjelang NATAL

Mari kita simak dialog singkat di bawah ini guna memperoleh pemahaman atas makna toleransi.

Muslim: Bagaimana natalmu?
David   : Baik, kau tidak mengucapkan selamat natal padaku.?
Muslim: Tidak. Agama kami menghargai toleransi antar agama, termasuk agamamu, tetapi dalam urusan ini agama kami melarangnya.
David : Tapi kenapa ...? Bukankah ucapan itu hanya sekadar kata-kata ..?
Muslim : Benar. Tetapi Saya mejadi muslim pun hanya karena sekadar kata-kata, yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat:
 أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدا رسول الله
Saya halal menggauli istri saya pun karena hanya kata-kata, yaitu "shighat akad nikah", dan .... Istri saya yang sa'at ini sedang halal saya gauli sewaktu-waktu juga bisa kembali menjadi haram (zina) jika saya mengucapkan kata "talaq" atau cerai, padahal hanya sekedar kata-kata.

David : Tetapi teman-temanku yang muslim lainnya mengucapkan "selamat" padaku. Bagaimana itu ..?
Muslim: Ooh .... mungkin mereka itu belum paham dan mengerti.
"Oh, ya ..., Maaf, bisakah Bang David mengucapkan dua kalimat Syahadat?" Muslim melanjutkan pertanyaan.
David : Oh, tidak ..., saya tidak bisa ... Itu akan mengganggu keimanan saya ..!
Muslim : Kenapa? Bukankah itu hanya kata-kata toleransi saja? Ayo, ucapkanlah ..!!"
David : Oke, oke .. Sekarang saya paham dan mengerti.
========
Inilah yang menyebabkan BUYA HAMKA, memilih meninggalkan jabatan Dunia, sebagai Ketua MUI ketika didesak oleh Pemerintah untuk mengucapkan "SELAMAT NATAL".

Meskipun anggapan, itu hanya berupa kata-kata keakraban. Atau sekadar toleransi, namun itu di sisi Allah nilainya justeru menunjukkan kerendahan tingkat keimanan ('AQIDAH).

Banyak sekali saudara muslim yang belum paham dan tidak mau mengerti akan konsep ilmu Agama, yang di sisi lain, mereka paham akan ilmu-ilmu umum, yang sifatnya tiada kekal, tidak ada gunanya untuk keselamatan di AKHIRATnya yang abadi kelak.

Bila pesan dialog tersebut bernilai guna dan bisa ditularkan ke saudara-saudara kita yang lain, berarti kita telah berda'wah kepada orang banyak berbasis teknologi.

Mari kita selamatkan 'qidah keluarga kita dan Saudara Muslim lainnya.

لكم دينكم ولي دين
   "Lakum diinukum waliya diin" 
Untukmu agamamu dan untukku agamaku. (QS. al-Kafirun)

والله أعلم بالصواب 
--ms2f--

Pelantikan Lembaga dan Lajnah NU

PWNU Jateng 
Lantik 16 Lembaga dan 2 Lajnah

Pengurus  Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah melantik jajaran pengurus lembaga di lingkungan PWNU, Senin 12 November 2018. Bertempat di lantai 3 Gedung PWNU Jawa Tengah Jalan Dr. Cipto 180, Semarang, pelantikan pengurus lembaga tersebut dirangkai dengan rapat koordinasi PWNU dengan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) se-Jawa Tengah. Kegiatan tersebut dihadiri tidak kurang dari 400 orang yang berasal dari Pengurus Lembaga, PCNU dan tamu undangan.

Dalam kesempatan tersebut, Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah, KH. Ubaidullah Shodaqoh melantik 18 pimpinan lembaga yang diwakili oleh ketua di masing-masing lembaga. Kepada pengurus yang baru saja dilantik, KH. Ubaidullah menyampaikan arahan bahwa pengurus lembaga adalah tangan-tangan pembantu PWNU untuk melaksanakan program.

Kyai Ubed, demikian ia biasa dipanggil, mengharapkan, dengan pelantikan ini, memupuk terus semangat NU untuk menjalankan program yang nanti akan ditugaskan pada lembaga-lembaga yang ada. “18 lembaga di PWNU ini sangat penting, sehingga bila ditanya bagaimana menanggulangi paham radikalisme, maka tidak hanya cukup dengan doa dan pengajian saja. Dari seluruh lembaga seperti kesehatan, pendidikan, penanggulangan bencana, jika bekerja dengan baik, inilah komposisi lengkap untuk menanggulangi paham yang berseberangan dengan paham Ahlussunnah wal Jama’ah,” Kyai Ubed berpesan.

Pengurus LTN-NU

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Itqon, Tlogosari, Semarang itu mengajak kepada seluruh pengurus lembaga yang telah dilantik agar bersama-sama mencari berkah di NU dengan cara berkhidmah untuk melaksanakan program yang telah ditentukan. “Di NU, bukan kita membantu NU, tetapi kitalah yang butuh NU untuk mencari berkah,” tambah Kyai Ubed.

Tugas NU ke depan, semakin berat. Dan dua hal yang menjadi konsen utamanya. Pertama, muwafaqotul awqaat, disiplin waktu. Kedua, mufawaqotul muqarraraat, atau menaati kesepakatan-kesepakatan yang sudah dibuat. “Sebagai jam’iyyah, tentu NU harus tertib sebagaimana madzhab Syafi’i yang dianut oleh jamaah NU yang juga tertib,” imbuh Kyai Ubed.

Pada kesempatan berbeda, Dr. H. Mahsun, M.Ag selaku Ketua Panitia pelantikan pengurus lembaga menyampaikan bahwa kegiatan tersebut merupakan bagian dari langkah untuk melengkapi perangkat organisasi.

“Karena lembaga itu merupakan bagian integral dari perangkat organisasi PWNU, maka pelantikan ini bermaksud untuk meneguhkan lembaga-lembaga itu sebagai perangkat organisasi tersebut,” ujar Mahsun, yang juga Wakil Ketua PWNU Jawa Tengah.

Ditambahkannya, pengurus inilah yang dalam perjalanan organisasi berperan sebagai leading sektor dalam implementasi program PWNU.

“Lembaga-lembaga inilah yang nantinya akan menjalankan kebijakan PWNU di pelbagai bidang, seperti pendidikan, pengelolaan zakat, penguatan sumberdaya manusia, penerbitan, kesehatan dan lainnya,” Mahsun menjelaskan.

Proses pemilihan personil di masing-masing lembaga, dilakukan melalui prosedur yang telah disepakati oleh pengurus harian PWNU. “Kami memilih pengurus lembaga melaui proses seleksi. Calon pengurus diwawancara sebagai upaya untuk menilai loyalitas dan kehendak untuk berkhidmah,” terang Mahsun yang juga staf pengajar di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo tersebut. (Mawahib/ms2f)

Jumat, 09 November 2018

Semangat Hari Pahlawan

Hari Pahlawan 2018


Hari Pahlawan di Indonesia bertitik tolak pada peristiwa 10 Nopember 1945. Ketika itu arek-arek Surabaya rela berkorban untuk menentang dan melawan akan  kembalinya Penjajah Belanda di Indonesia.

Semangat itu mempengaruhi gerakan perlawanan di sejumlah wilayah di Indonesia seperti Semarang, Bandung, Medan, dan lainnya.

Semangat dan jiwa kepahlawanan masih relevan pada saat ini dalam bentuk semangat kemandirian sebagai bangsa agar tidak tergantung seluruhnya kepada produk produk asing di masa mendatang.

Semangat berinovasi dan berprestasi untuk kemajuan bangsa perlu tumbuh di kalangan generasi muda agar Indonesia menjadi bangsa unggul di mata dunia.

Selamat Hari Pahlawan !!!

Mahlail Syakur Sf.