Kamis, 15 Februari 2018

EDUCATIONAL MESSAGES IN GUS DUR SALAWAT




PESAN-PESAN PENDIDIKAN DALAM SHALAWAT GUS DUR
Oleh Mahlail Syakur Sf.

Abstracts:
Shalawat Gus Dur is "Syi'ir Tanpo Wathon" also known as "Syi'ir Gus Dur". This Syi'ir is popular and sought after by society because of its moral message. This research is as a library study (library research) and the results are normative-descriptive and qualitative with content analysis. This syi'ir consists of thirteen verses and contains eleven educational messages. This Syi'ir is best as a teaching material for Muslims society, because it contains the message that every individual becomes religious pious as 'abd Allah at the same time as social pious as khalifah Allah.
Key Words: Gus Dur Salawat, Syi'ir Tanpo Waton, Educational Messages
Abstrak:
Shalawat Gus Dur adalah “Syi’ir Tanpo Wathon” yang juga dikenal sebagai “Syi’ir Gus Dur”. Syi’ir ini populer dan diminati masyarakat karena pesan moralnya. Penelitian ini merupakan Studi Kepustakaan (library research) dan hasilnya bersifat normatif-deskriptif dan kualitatif dengan analisis isi (content analysis). Syi’ir ini terdiri atas tigabelas bait dan mengandung sebelas pesan pendidikan. Syi’ir ini laik menjadi bahan ajar bagi ummat muslim karena berisi pesan agar setiap individu menjadi saleh beragama sebagai ‘abd Allah sekaligus saleh sosial (bermasyarakat) sebagai khalifah Allah. 
Kata kunci: Shalawat Gus Dur, Syi’ir Tanpo Waton, Pesan Pendidikan

A.  Pendahuluan

Dinamika kehidupan di masyarakat saat ini menunjukkan pergeseran karakter bangsa. Masyarakat Indonesia yang dulu populis-sosialis berganti menjadi manusia yang materialis-individualis, bahkan anarkis. Tidak ada lagi gotong-royong, keehidupan serba diukur dengan materi, serta kesenjangan sosial semakin lebar. Kedamaian dan kerukunan berganti konflik yang berujung pada tawuran dan bentrok antar kelompok.[1]
Gus Dur dikenal sebagai figur multi talenta (multitalent figure). Dalam tulisan-tulisannya, Gus Dur pandai meracik hikmah yang terkandung dalam tradisonalitas dan modernitas, antara spiritualitas dan realitas, antara rasio dan wahyu Ilahi. Salah satu tema penting dalam tulisannya adalah kecintaannya yang mendalam terhadap budaya Islam tradisional.[2]
Karya-karyanya meliputi berbagai bentuk. Salah satunya adalah “Syi'ir Tanpo Waton” yang juga dikenal sebagai “Shalawat Gus Dur”. Melalui Sya’ir Shalawat ini Gus Dur mengajak umat untuk memahami agama sebagai suatu penghayatan yang sarat dengan nilai-nilai budaya. Karenanya, agama dan budaya harus saling memberi dan menerima. Dengan budaya agama akan dijalani dengan perasaan dan emosi yang memungkinkan seseorang untuk merasa yakin atas kebenaran, dan dengan intellektual seseorang dapat bersikap rasional.[3]
Shalawat Gus Dur yang berupa sya’ir ini mulai populer beberapa bulan setelah Gus Dur meninggal dunia. Popularitasnya sungguh luar biasa. Masyarakat Gusdurian benar-benar merasakan nikmatnya hidup beragama dengan shalawat ini, seakan-akan masih hidup bersama pengarangnya, Gus Dur. Shalawat ini dibaca dalam acara-acara kegamaan seperti Tahlilan, Tasyakuran, Lailatul Ijtima', bahkan dalam rapat-rapat organisasi dan pertemuan kaum ibu. Banyak warga yang hapal di luar kepala, meski syair ini agak panjang.
Belakangan ini Shalawat Gus Dur dirangkai dengan do’a Abu Nawas yang dilantunkan oleh Gus Dur dalam beberapa kegiatan yang diselenggarakan untuk Gus Dur, termasuk juga talkshow bersama Gus Dur di salah satu stasiun televisi swasta, dan pada prosesi pemakaman Gus Dur. Kecuali itu, beberapa masjid bahkan memutar Shalawat Gus Dur ini menjelang adzan sebagai pengganti bacaan tarhim/ qira`ah sebagaimana yang telah lazim.[4] Popularitasnya disebabkan oleh lantunan dengan lagu yang merdu dan menyayat hati oleh empunya hingga berdaya pesona untuk memukau perhatian para penggemarnya dan masyarakat. Lebih dari itu sya’ir ini memiliki pesan pendidikan yang sangat mendalam.
Masalahnya: Bagaimana pesan-pesan pendidikan yang terkandung dalam syi’ir ini.

B.  Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan Studi Kepustakaan (library research) karena keseluruhan datanya diambil sumber-sumber literal, baik berupa buku, catatan, maupun laporan hasil laporan penelitian terdahulu.[5] Oleh karena itu hasilnya bersifat normatif-deskriptif.
Penelitian ini bersifat kualitatif, maka digunakan metode penelitian kualitatif karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif dengan analisis isi (content analysis). Langkah-langkah yang dilakukan adalah penentuan topik, pengumpulan sumber yang terkait dengan teks sya’ir, verifikasi, dan intepretasi.[6] Kemudian diambil simpulan berdasarkan hasil analisis atas isinya.

C.  Hasil Penelitian dan Pembahasan

Sekilas tentang Gus Dur
Nama lengkap penulis Syi’ir Tanpo Waton adalah K.H. Abdurrahman Wahid. Beliau dilahirkan dari pasangan Wahid Hasyim dan Solichah di Denanyar Jombang, Jawa Timur.[7] Namanya pada masa kecil adalah Abdurrahman Addakhil yang berarti "Sang Penakluk".[8] Kata "Addakhil" tidak cukup dikenal sehingga diganti dengan nama "Wahid" dan akrab dipanggil Gus Dur.[9]
Keluarganya sangat terhormat dalam komunitas Muslim Jawa Timur. Ayahnya, K.H. Wahid Hasyim[10], terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama tahun 1949 dan ibunya bernama Ny. Hj. Sholehah binti K.H. Bisri Syansuri. Kakek dari garis ayah bernama K.H. Hasyim Asyari, tokoh sekaligus pendiri Nahdlatul Ulama (NU)[11] sedangkan kakek dari pihak ibu bernama K.H. Bisri Syansuri[12]. Gus Dur menikah dengan Sinta Nuriyah dan dikaruniai empat putri (Alissa Qotrunnada, Zannuba Ariffah Chafsoh, Anita Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari). Gus Dur meninggal di Jakarta pada hari Rabu tanggal 30 Desember 2009 di umur 69 tahun.
Gus Dur meraih banyak prestasi. Berbagai penghargaan telah diterimanya. Di antaranya adalah:
a.   Ramon Magsaysay Award, sebuah penghargaan yang cukup prestisius untuk kategori Community Leadership (1993);[13]
b.   Bapak Tionghoa oleh beberapa tokoh Tionghoa Semarang di Kelenteng Tay Kak Sie, Gang Lombok, yang selama ini dikenal sebagai kawasan Pecinan (10 Maret 2004);[14]
c.   Lifetime Achievement Award dalam Liputan 6 Awards 2010 (21 Juli 2010, meskipun telah wafat).[15]
Gus Dur memperoleh sepuluh gelar Doktor Kehormatan (Doktor Honoris Causa) dari berbagai lembaga pendidikan, yaitu:
a.    Doktor Kehormatan bidang Filsafat Hukum dari Universitas Thammasat, Bangkok, Thailand (2000);
b.    Doktor Kehormatan dari Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand (2000);
c.    Doktor Kehormatan bidang Ilmu Hukum dan Politik, Ilmu Ekonomi dan Manajemen, dan Ilmu Humaniora dari Pantheon Universitas Sorbonne, Paris, Perancis (2000);
d.    Doktor Kehormatan dari Universitas Chulalongkorn, Bangkok, Thailand (2000);
e.    Doktor Kehormatan dari Universitas Twente, Belanda (2000);
f.     Doktor Kehormatan dari Universitas Jawaharlal Nehru, India (2000);
g.    Doktor Kehormatan dari Universitas Soka Gakkai, Tokyo, Jepang (2002);
h.    Doktor Kehormatan bidang Kemanusiaan dari Universitas Netanya, Israel (2003);
i.     Doktor Kehormatan bidang Hukum dari Universitas Konkuk, Seoul, Korea Selatan (2003);
j.     Doktor Kehormatan dari Universitas Sun Moon, Seoul, Korea Selatan (2003).[16]

Setidaknya ada sembilan pokok pemikiran dan prinsip kebangsaan serta keberagamaan Gus Dur yang toleran. Sembilan pokok pikiran tersebut meliputi bidang ketauhidan, kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, pembebasan, kesederhanaan, kesatriaan, persaudaraan, dan kearifan lokal.[17] Menurut Koordinator Gusdurian, Alissa Wahid, apapun konteksnya, Gus Dur tidak pernah menanggalkan prinsip-prinsip tersebut. Oleh karena itu, Gus Dur memiliki keberpihakan yang tinggi terhadap kelompok minoritas maupun mereka yang tertindas.[18]
Syi’ir Tanpo Waton: Shalawat Gus Dur
Sya’ir yang sangat popular ini dikenal dengan sebutan “Syi’ir Tanpo Waton” yang berarti “Sya’ir Tanpa Judul” karena tidak/ belum diberikan judul untuknya. Sebutan lainnya adalah “Shalawat Gus Dur” karena sya’ir ini dinisbatkan pada penulisnya, K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Namun demikian didapati informasi lain bahwa sya’ir ini bukan milik Gus Dur melainkan karya al-Mukarrom  K. H. M. Nidhom As-Shofa (Pengasuh Pondok Pesantren Ahlus-Shafa wal-Wafa, Sidoarjo)[19]. Demikian pula kontroversi mengenai suara yang melantunkan Syi’ir Tanpo Waton ini. Bahkan putri tertua Gus Dur, Alisa Qothrunnada meragukan bahwa pelantun shalawat ini adalah ayahnya sendiri. Pasalnya Syi'ir Tanpo Waton ini belum pernah dikenalkan oleh Gus Dur kepada putri-putrinya, berbeda dengan syair Abu Nawas, syi’ir Rabi’ah Adawiyah, atau pun Shalawat Badar. Menurutnya, suara pelantun Syi'ir Tanpo Waton itu terkadang seperti suara Gus Dur tetapi sebentar kemudian seperti bukan Gus Dur. Menurutnya, ada bagian yang memang mirip Gus Dur tetapi pada bagian lain tidak.[20]
Sya’ir ini digemari oleh masyarakat agamis terutama di Jawa karena syi’ir ini bermuatan nilai-nilai pendidikan dan bernuansa spiritual dari seorang Sufistik[21], Kyai Nyentrik[22]. Sya’ir ini disusun dengan sistematika yang bagus, rapi, dan padat;  dimulai dengan teks istighfar dan shalawat, disusul tigabelas bait syair dalam bahasa Jawa, dan ditutup dengan teks shalawat.
Sya’ir ini sangat popular di seluruh Nusantara, terutama di kalangan masyarakat berbasis NU (Nahdliyyun). Hingga hari Ahad Legi, 1 Juli 2012 / 11 Sya’ban 1433 H. peneliti mencatat 25 komentar yang dialamatkan kepada syi’ir karya Kyai Nyentrik, Gus Dur, ini.[23] Di antarnya adalah 16 komentar sebagai berikut:
a.   wewgombel: “Dalam banget. Syi'ir ini hanya bisa dikaryakan oleh orang yang telah mengalami atas apa yang terkandung di dalamnya” (6 April 2011 18:28);
b.   RafysTECH: “Sangat-sangat mendalam yang terkandung dalam Syi'irnya Gus Dur, ... thanks bro dah di-share, ...” (http://rafystech.blogspot.com / 6 Mei 2011 03:50);
c.   kamagunta's blog: “Subhanallah ...  semoga dpat dijadikan sebagai acuan dalam bertindak. Amiin ...” (http://kamagunta.blogspot.com / 24 Mei 2011 19:30);
d.   fina: “Lagunya enak didenger, lho ...” (1 Juni 2011 19:18);
e.   Buku Lamongan: “Dalem banget maknanya, mantab tombo ati” (25 Juni 2011 04:31);
f.    catatan ipeh: “waaah …, sayangnya saya banyak  yg ‘ndak ngerti artinya” (23 Juli 2011 07:09);
g.   adieb fahroer reezha: “Sedikit koreksi dari para pembaca bahwa mengenai syi'ir tanpo waton bukanlah punya Gus Dur melainkan punya al-mukarrom  romo kiyai H.M. Nidhom As-Sofa yang mana beliaunya adalah pengasuh pondok pesantren ahlus-sofa wal wafa dengan alamat jl.darmo no.1 Simoketawang Wonoayu Sidoarjo.  Kendati demikian yang lebih penting lagi untuk kta ketahui adalah substansi makna yang terkandung dalam syi'ir ini yang bgitu dalam” (28 Juli 2011 17:06);
h.   cengkir: “Subhanallah , ...  Karya yg  luar biasa , ...” (7 Agustus 2011 08:48);
i.    Shompel: “Subhanallah, nasihat yang sangat luar biasa” (11 Agustus 2011 12:33);
j.    Andra: “Mantap dan Dalam  Maknanya”. (www.lurustok.blogspot.com / 17 Agustus 2011 04:13);
k.   MTs MA'ARIF 03 SOJOKERTO: “Benar-benar sangat mendalam dan menyentuh hati bgt ...” (koko.mx135@gmail.com /  mtsmaarif03sojokerto.blogspot.com / 20 Agustus 2011 06:07);
l. Hamim Newspaper: “Sssiiip .... Gus Dur is the best ...” (27 Oktober 2011 01:50);
m. KIPAS: “Subhanallah... pas banget dengan keadaan jaman skrang, padahal kita tidak tau kapan karangan ini dibuat” (13 Desember 2011 18:26);
n.   Anonim: “al-hamdulilah ... terima kasih mas... semoga anda diberi rahmat ALLAH SWT karna share syair Syi'ir Tanpo Waton ini” (5 Januari 2012 01:23);
o.   Anonim: “Subhanallah .... gus dur adalah ulamanya dunia. selain filsafatnya yang dalam, dia juga hampir menguasai bahasa dunia. seorang ulama tidak hanya pintar di ilmu agamanya saja, tapi ilmu politik dan teknologinya juga bisa. karena tugas ulama adalah warisan ilmu rasulallah. yang menerima ahli waris rasul bukan harta atau jabatan, tapi ilmu”. (29 Januari 2012 08:56);
p.    Andrie Husein: “Tak bisa bicara dan berkomentar banyak mendengar dan membaca syair ini … betul-betul indah dan menyayat hati …” (26 August 2011 14:49:24).

Pesan Pendidikan dalam Sya’ir
Kendati terdapat kontroversi mengenai siapa pengarangnya namun isi dan substansi makna yang terkandung dalam syi'ir ini yang begitu dalam dan luar biasa. Pesan-pesannya memberikan edukasi kepada masyarakat beragama di era global ini. Syi’ir ini merupakan salah satu kenang-kenangan dari Gus Dur, sedikit oleh-oleh pemikiran Islam Gus Dur bagi segenap umat Islam pada khususnya.
Memaknai ajaran agama, di mata Gus Dur, tidak dapat dilepaskan dari sisi kemanusiaannya. Untuk menjadi penganut agama yang baik, selain meyakini kebenaran ajaran agamanya, juga harus menghargai kemanusiaan.[24] Dalam syi’ir ini, Gus Dur berbagi ilmu, mengkritik kepada sesama muslim, dan banyak hal yang diberikan dalam beberapa baris syairnya. Dari ajakan untuk tidak sekadar membaca teks al-Qur’an, namun juga seharusnya manusia belajar memahami isinya. Gus Dus mengkritisi pihak-pihak yang (suka) mengkafirkan orang lain namun tidak memperhatikan kekafirannya sendiri, dan beberapa pesan pendidikan lainnya bagi bangsa beragama ini.
Sya’ir ini mengandung sebelas pesan pendidikan yang tersebar dalam tigabelas bait, yaitu:
1.   Holistikasi menuntut ilmu: syari’at dan tasawuf (bait 2): Duh bolo konco priyo wanito, Ojo mong ngaji Syare'at bloko, Gur pinter ndongeng, nulis, lan moco, Tembe mburine bakal sengsoro;
2.   Sinkronisasi sikap Keberagamaan (bait 3): Akeh kang apal Qur'an haditse, Seneng ngafirke marang liyane, Kafire dewe gak digatekke, Yen isih kotor ati akale;
3.   Prilaku Zuhud (bait 4): Gampang kabujuk nafsu angkoro, Ing pepaese gebyare ndunyo, Iri lan meri sugihe tonggo, Mulo atine peteng lan nisto;
4.   Perkuat Iman (bait 5): Ayo sedulur jo nglaleake, Wajibe ngaji sak pranatane, Nggo ngandelake iman tauhide, Baguse sangu mulyo matine;
5.   Toleran (bait 6); Kang aran soleh bagus atine, Kerono mapan seri ngelmune, Laku thoriqot lan ma'rifate, Ugo hakikot manjing rasane;
6.   Memedomani al-Qur`ân (bait 7-8): Al-Qur'an Qodim wahyu minulyo, Tanpo ditulis biso diwoco, Iku wejangan guru waskito, Den tancepake ing njero dhodho; Kumanthil ati lan pikiran, Mrasuk ing badan kabeh jeroan, Mu'jizat Rosul dadi pedoman, Minongko dalan manjinge iman;
7.   Taqarub pada Allah (bait 9): Kelawan Allah kang moho suci, Kudu rangkulan rino lan wengi, Ditirakati diriyadhohi, Dzikir lan suluk jo nganti lali;
8.   Qana’ah (bait 10): Uripe ayem rumongso aman, Dununge roso tondho yen iman, Sabar narimo najan pas-pasan, Kabeh tinakdir saking pengeran;
9.   Hidup Harmonis (bait 11): Kelawan konco dulur lan tonggo, kang podho rukun ojo ngasio, Iku sunahe Rosul kang mulyo, Nabi Muhammad panutan kito;
10.    Tawakkal (bait 12): Ayo nglakoni sakabehane, Allah kang bakal ngangkat derajate, Senajan ashor toto dhohire, Ananging mulyo maqom drajate;  
11.    Mencari Ridla Allah (bait 13): Lamun palastro ing pungkasane, Ora kesasar roh lan sukmane, Den gadhang Allah swargo manggone, Utuh mayite ugo ulese.  

D.  Simpulan

Shalawat Gus Dur atau Sya’ir Tanpo Wathon tersistemasi dalam tigabelas bait dan berisi sebelas pesan pendidikan yang berguna bagi masyarakat di era global. Sya’ir Gus Dur memiliki dampak sosial yang luar biasa bagi kehidupan beragama dan bermasyarakat secara integral-interkonnektif. Sya’ir ini laik menjadi bahan ajar (kurikulum) bagi pendidikan karena pesan moralnya. Sya’ir ini berkontribusi bagi pembinaan karakter agar setiap individu mempunyai kepribadian yang saleh beragama sebagai ‘Abdullah sekaligus saleh sosial (bermasyarakat) sebagai Khalifah Allah.

Daftar Pustaka:

Amri, Syaiful, Kesehatan Gus Dur Ambruk di Jombang. Liputan6 Online edisi 30-12-2009.
Asmawi, PKB Jendela Politik Gus Dur, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1999.
Barton, Greg,  Biografi Gus Dur (The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid), Yogyakarta: LkiS, 2011.
---------------, Biografi Gus Dur (The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid). Terjemahan: Lie Hua, Yogyakarta: LkiS, 2004, Cetakan IV.
---------------. Abdurrahman Wahid: Muslim Democrat, Indonesian President. Singapore: UNSW Press, 2002.
Conceicao, J.F., Indonesia's Six Years of Living Dangerously. Singapore: Horizon Books, 2005.
Hadi, Syamsul, GUS DUR: Guru Bangsa dan Bapak Pluralisme, Jombang: Zahra Book, t.th.
Hakim, Arief, Politik NU dan Era Globaliasi Gus Dur, Surabaya: LPLI Sunan Ampel, 1993.
http://adiebreezha.blogspot.com/2011/03/lirik-syiir-tanpo-waton-gus-dur.html (1 Juli 2012).
http://nasional. kompas.com/read/2012/06/07/22475812/Sembilan.Pemikiran.Gus.Dur.
Koesoema, Doni A., Pendidikan Karakter, Jakarta: Gresindo, 2007.
Kustiasih, Rini, Sembilan Pemikiran Gus Dur, Kompas, 7 Juni 2012.
Liputan6 "Penghargaan Spesial Buat Gus Dur" (Diakses pada 22 Juli 2010).Mumazziq Z., Rijal, "Islam dan Demokrasi", Surabaya: Post  (Diakses pada 29 Juni  2012).
Mufidah, LukLuk Nur, “Pemikiran Gus Dur tentang Pendidikan Karakter dan Kearifan Lokal” dalam jurnal AT-TAHRIR, vol. 15, no. 1 (STAIN Ponorogo, 2015).  
Muhammad, Alvian (ed.), Gus Dur Bertutur, Jakarta: Harian Proaksi, 2005.
Murod, Ma’mun, Menyingkap Pemikiran Politik Gus Dur dan Amien Rais tentang Negara, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999.
Ninik Karmini. Former Indonesian president Wahid dies at 69 (yahoonews dari AP edisi 30-12-2009).
Rusli, Muh., “Pemikiran Keagamaan & Kebangsaan Gus Dur” dalam jurnal Jurnal Farabi (IAIN Gorontalo) Volume 12 Nomor 1 Juni 2015.
Santalia, Indo, “K.H. Abdurrahman Wahid: Agama dan Negara, Pluralisme, Demokratisasi, dan Pribumisasi” dalam Jurnal Al-Adyaan, Volume I, Nomor 2, Desember 2015.
Santoso, Listiyono, Teologi Politik Gus Dur, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2004.
Soyomukti, Nurani, Pendidikan Berperspektif Globalisasi, Jakarta: ar-Ruzz Media, 2008.
Suzeno, Frans Magnis. Pembawa Bangsa Pasca Tradisional, dalam INCRES, Beyond The Symbols Jejak antropologis Pemikiran dan Gerakan Gusdur. Cet. I; Bandung; Remaja Rosda Karya, 2000.
Syakur Sf., M., “Hadits Nabawi dalam Kajian NU" dalam jurnal Hermeneutika (STAIN Kudus), vol. No. 1, tahun 2012.
Turmudzi, Imam, Gus Dur Wali Kesepuluh, Jombang: Zahra Book, 2011.
Wahid, Abdurrahman “Pendidikan di Indonesia antara Elitisme dan Populisme”, dalam Mudjia Rahardjo (ed.). Quo Vadis Pendidikan Islam, Malang: Cendekia Paramulya, 2011.
Wahid, Abdurrahman, Prisma Pemikiran Gus Dur, Yogyakarta: LKiS, 2010.
www.nu.or.id (16/10/2011 10:36).

-----ms2f----



[1]LukLuk Nur Mufidah, “Pemikiran Gus Dur tentang Pendidikan Karakter dan Kearifan Lokal” dalam jurnal AT-TAHRIR, vol. 15, no. 1 (STAIN Ponorogo, 2015).
[2] Greg Barton, “Memahami Gus Dur” dalam Abdurrahman Wahid, Prisma Pemikiran Gus Dur (Yogyakarta: LKiS, 2010), h. xxvi. Lihat pula LukLuk Nur Mufidah, Ibid.
[3] As’ad Said Ali, “Bukan?-nya Seorang Gus Dur”, pengantar dalam Abdurrahman Wahid. Gus Dur Bertutur, Jakarta: Harian Proaksi bekerjasama dengan Gus Dur Foundation, 2005, h. xxiii.
[5]Lihat M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian (Bandung: Ghalia Indonesia, 2002), h. 11.
[6] Lihat Kuntowijoyo, Islâm sebagai Ilmu (Jakarta: Teraju, 1995), h. 98.
[7] Lihat Greg Barton, Biografi Gus Dur (The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid), terj. Lie Hua, Yogyakarta: LKiS, 2011, h.  25.
[8] Ibid., h. 35.
[9] "Gus" adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada seorang anak kiai yang berarti "abang" atau "mas". Lihat Greg Barton, Ibid.
[10] KH. Abdul Wahid Hasyim dilahirkan dengan nama Muhammad Asy’ari (diambil dari nama kakeknya). Kemudian namanya diganti dengan Abdul Wahid (diambil dari nama datuknya). Beliau wafat pada usia 39 tahun. Sumber: http://muzzymusthofa.blogspot.com/2010/04/kh-abdul-wahid-hasyim_07.html (17/3/2013).
[11] Lihat M. Syakur Sf. “Hadits Nabawi dalam Kajian NU" dalam jurnal Hermeneutika (STAIN Kudus), vol. 2 No. 1 (2012). Lihat pula M. Syakur “Nahdlatul ‘Ulama dan Kajian Hadits Nabawi” dalam jurnal ADDIN (STAIN Kudus), vol. 7, no. 2 (2013). Lihat pula http://id.portalgaruda.org/index.php?ref=browse&mod=viewarticle&article=401464
[12] K.H. Bisri Syansuri wafat pada usia 93 tahun. Beliau adalah ulama dan tokoh Nahdlatul Ulama (NU), yang juga pendiri Pondok Pesantren Denanyar, Jombang, terkenal di bidang fikih agama Islam. Beliau adalah kakek Gus Dur.
[13] Sumber: http://www.rmaf.org.ph/Awardees/Citation/CitationWahidAbd.htm. Sumber lain: Ninik Karmini. Former Indonesian president Wahid dies at 69. yahoonews dari AP edisi 30-12-2009.
[14] Syaiful Amri. Kesehatan Gus Dur Ambruk di Jombang. Liputan6 Online edisi 30-12-2009.
[15] "Penghargaan Spesial Buat Gus Dur". Liputan6. (Diakses pada 22 Juli 2010).
[16] Rijal Mumazziq Z., "Islam dan Demokrasi", Surabaya: Post.  (Diakses pada 29 Juni  2012).
[17]KOMPAS, (7/6/2012).
[18] Rini Kustiasih, “Sembilan Pemikiran Gus Dur”, Kompas, 7 Juni 2012. Lihat pula http://nasional. kompas.com/read/2012/06/07/22475812/Sembilan.Pemikiran.Gus.Dur.
[19]Lihat komentar adieb fahroer reezha: “Sedikit koreksi dari para pembaca bahwa mengenai syi'ir tanpo waton bukanlah (28 Juli 2011 17:06).
[20] Sumber: www.nu.or.id (16/10/2011 10:36).
[21] Lihat Ust. Imam Turmudzi, Gus Dur Wali Kesepuluh, Jombang: Zahra Book, 2011, h. 157.
[22]Sumber: http://adiebreezha.blogspot.com/2011/03/lirik-syiir-tanpo-waton-gus-dur.html (1 Juli 2012).
[23]Sumber: http://adiebreezha.blogspot.com/2011/03/lirik-syiir-tanpo-waton-gus-dur.html (1 Juli 2012).
[24] Listiyono Santoso, Teologi Politik Gus Dur (Yogyakarta: Ar Ruzz, 2004), h. 102.