Senin, 17 Juni 2019

Desain Pengasuh BMT - AL-AMIN

Mendesain Pengasuhan BMT ala Perhimpunan 
(2)
Oleh : Kartiko A. Wibowo


Sifat kanak-kanak adalah suka bermain, tidak serius, mudah memaafkan, kurang fokus, finansial terbatas dan perlu banyak belajar. Sifat alami anak-anak adalah melakukan eksplorasi terhadap lingkungan sekelilingnya dan di dukung oleh rasa ingin tahunya yang kuat.

Pada sisi suka ingin tahunya yang berlebih jika tidak dikontrol dengan baik oleh orangtua, bisa berisiko fatal. Nabi Musa sas. sampai dewasa dikenal cedal karena ketika masih kecil pernah memasukkan bara api ke mulutnya, sehingga diabadikan dalam QS Thaha ayat  29-30, Musa meminta kepada Allah menjadikan Harun saudaranya sebagai pembantunya dalam dakwah karena Harun lebih fasih dan lancar dalam berkomunikasi. Banyak juga kecelakaan anak-anak dalam bermain karena kurangnya pengawasan terhadap mereka. 

Dari sudut pandang ilmu Psikologi pendidikan yang tepat diterapkan untuk anak-anak adalah model Pedagogi. Definisi pedagogi adalah ilmu membimbing anak ke arah tujuan agar kelak anak mampu secara mandiri menyelesaikan masalahnya. Jadi pendidikan pedagogi perlu sebuah pendampingan dan pengarahan.

Penerapan pada system pelatihan BMT dengan level kanak-kanak ini juga relevan menggunakan model pendekatan pedagogi. Secara umum BMT yang muda banyak yang di inisiasi dengan semangat “Maju tak Gentar”.

Para pengelola BMT terkadang tidak dibekali ilmu pengelolaan yang memadai, sehingga banyak kasus BMT dibangun dengan “trial and error” dari pengalaman pribadi pengelolanya.
Dalam kaitan itu, maka untuk menjamin BMT muda “on the track” sebaiknya para pengelola di latih secara penuh mengenai dasar-dasar operasional BMT dan di masukkan program pemagangan. Pembelajaran dilengkapi dari catatan model pengalaman keberhasilan dan kegagalan yang pernah terjadi pada pengelolaan BMT sebelumnya. Sisi lemah yang ada saat ini adalah tentang rekam jejak yang atas keberhasilan dan kegagalan itu, karena minimnya para penulis di lingkungan PBMT. Hal itu menjadikan bahan ajar masih miskin dari konten pengalaman empirik.

Model pembelajaran dengan menjelaskan contoh atau semacam yurisprudensi lebih mengena. Sebagai analoginya seperti pelajaran memberitahu jalur-jalur perjalanan seseorang ke suatu tujuan. Misal, jalur menuju kota Yogyakarta dari Semarang dapat ditempuh beberapa alternatif jalur dengan masing-masing jalur punya karakteristik sendiri. Jadi pengajar dapat menjelaskan ada berapa tikungan, tanjakan, lobang dan traffic light yang harus di lalui. Toh, mengelola BMT pada dasarnya juga mirip menempuh perjalanan dengan jalur yang sama, tentu akan menghadapi problema yang sama pula.
Sehingga BMT-BMT muda akan paham tantangan yang siap menghadangnya dan sudah menyiapkan diri untuk mengatasinya. Yang menarik pembelajaran berbasis pengetahuan tersebut akan menjadi seru ketika kejadiannya dilalui, karena sensasinya dapat dirasakan. Syarat pokok untuk mampu menerima proses tersebut adalah kemauan untuk menjadi pelajar itu sendiri.

Jadi, akan sia-sia trik dan tips diberikan jika para pengelola BMT menutup diri dari kemauan belajar. Contohnya, mereka pelit berinvestasi untuk mengirim timnya menjadi peserta pelatihan. (he he he…. to be continued lagi yach…) ---<Syakur/ms2f>