Senin, 04 Maret 2019

Kafir dan non-Muslim menurut al-Qardlawi


Perspektif Yusuf al-Qardlawi tentang "Non-Muslim atau Kafir"
oleh Mahlail Syakur Sf.


Tulisan Syekh Yusuf Al-Qardhawi yang mencerahkan tentang "Non Muslim dan Kafir" perlu dibaca oleh siapa pun yang menghendaki kedamaian di muka bumi. Beliau sangat mengapresiasi langkah Musyawah Nasional NU 2019 kemarin.

Musyawarah Nasional NU pada akhir Februari 2019 kemarin sebetulnya tidak menghasilkan fatwa tentang poin ini. Akan tetapi di-framing seolah membahas ini. Baiklah, saya coba sharing hal yang mungkin relevan dengan isu yang sedang ramai didiskusikan akhir-akhir ini.

Kitab yang ditulis oleh Syeikh Yusuf al-Qardlawi berjudul “خطابنا الاسلمي في عصر العولمة” ini mengelaborasi toleransi beragama yang moderat tetapi tidak kebablasan, dan tetap di jalur syari'at yang benar. (Lihat halaman 44-45)
……

Non-Muslim sebagai Pengganti Kata “Kafir”

Di antara ajaran Islam yang penuh hikmah dan nasihat yang ditujukan pada ummat Islam, khususnya di era gobal seperti sekarang ini, adalah:
Hendaknya tidak memanggil orang-orang yang berbeda keyakinan dengan sebutan "Kafir (كافر) atau Kuffar (كفار)", walaupun kita memang meyakini kekufurannya secara 'aqidah. Apalagi jika mereka adalah Ahli Kitab (Nashrani dan Yahudi).

Mengapa demikian?
Setidaknya ada dua alasannya:
Pertama, Kata ‘Kafir’ (كافر) punya banyak makna, salah satunya bermakna ‘orang yang berbeda keyakinan dengan kita’. Termasuk di dalamnya, orang-orang yang sama sekali tidak mau mengimani apa-apa yang ghaib dan tidak ditangkap oleh panca indera.

Kedua, al-Qur'an mengajarkan pada kita agar tidak memanggil manusia
 -walaupun ia memang kafir- dengan panggilan "Kafir" (كافر).
Maka, Allah memilih untuk memanggil orang-orang yang tidak beriman pada-Nya dengan kalimat: “Wahai Manusia” (يا ايها الناس), “Wahai Bani Adam” (يا بني ا دم), dan “Wahai Ahli Kitab” (يا اهل الكتاب).

Dan dalam al-Qur'an Allah tidak memanggil mereka dengan panggilan “Wahai orang-orang Kafir” (يا ايها الكافرون) kecuali dalam 2 ayat saja, yakni dalam surat At-Tahrim ayat 7 dan dalam Surat Al-Kafirun ayat 1.

Adapun yang melatarbelakangi panggilan Allah dengan panggilan ‘Kafir’ dalam surat ini adalah karena Allah menegur kaum musyrikin penyembah berhala yang menawarkan pada Nabi Muhammad saw.  agar beliau saw., diriwayatkan, menyembah tuhan-tuhan mereka selama satu tahun, lalu kemudian mereka (musyrikin) menyembah Tuhan Nabi saw.  selama satu tahun juga.

Maka, surat al-Kafirun ini menjadi perintah dari Allah langsung untuk menolak tegas tawaran keji mereka. Allah memilih kata-kata dan susunan kalimat dalam surat al-Kafirun yang sangat keras dan sarkastis untuk menolak tawaran mereka yang terlalu keji itu.

Namun, di akhir ayat-Nya Allah tetap berbelas-kasih pada mereka dengan kalimat penutup yang berbunyi
لكم دينكم ولي دين 
(Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku).

Oleh sebab itu, Yusuf al-Qardhawi sejak dulu menyatakan agar memanggil orang-orang yang berbeda agama dengan panggilan "Non-Muslim (Ghair al-Muslimin)", bukan Kafir.

Dan kitabnya yang berjudul “Ghair al-Muslimin (Non-Muslim) Dalam Masyarakat Islam” telah terbit sejak lama, dan dicetak berkali-kali, serta diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.[ms2f]

Referensi:
Yusuf Al-Qardhawi, Khitabuna Al-Islamy Fi Ashri Al-Aulamah, Halaman 44-45.

Baca pula ‘Non-Muslim Atau Kafir’ Versi Yusuf Al-Qaradhawi di link https://bangkitmedia.com/non-muslim-atau-kafir-versi-yusuf-al-qaradhawi/